Isu Ijazah Jokowi Diduga untuk Ganggu Legitimasi Pemerintahan Prabowo

Presiden Jokowi dengan Presiden Prabowo

Isu Ijazah Jokowi Diduga untuk Ganggu Legitimasi Pemerintahan Prabowo

Beritagosip.com Isu mengenai dugaan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, kembali mencuat menjelang transisi pemerintahan ke Prabowo Subianto. Pengamat hukum dan politik, Pieter C. Zulkifli, menganggap kemunculan isu ini sebagai strategi politik yang disengaja untuk menciptakan gangguan terhadap legitimasi pemerintahan yang akan datang.

Pieter menegaskan bahwa isu tersebut adalah komoditas politik musiman. Meskipun telah berulang kali dibantah secara resmi, termasuk oleh Universitas Gadjah Mada (UGM), narasi ini tetap diputar kembali di tengah naiknya tensi politik nasional.

“Jika kita tarik benang merahnya, kampanye narasi semacam ini bukan semata menyerang Jokowi, tapi bisa menjadi upaya sistematis untuk mengganggu legitimasi pemerintahan berikutnya,” kata Pieter dalam keterangan tertulis, Rabu (23/4/2025).

Menurut Pieter, tudingan itu tidak hanya keliru secara substansi, tetapi juga mencerminkan krisis dalam berpolitik. Ia menyayangkan sebagian elite dan masyarakat yang gagal memaknai demokrasi serta cara beroposisi yang sehat.

Ia mengingatkan publik bahwa UGM telah menegaskan keabsahan akademik Jokowi, termasuk rincian data tahun masuk, tahun lulus, dan judul skripsinya. Namun, isu ini tetap digulirkan dengan nada insinuatif oleh pihak-pihak tertentu.

Pieter menilai bahwa narasi tersebut tidak membawa fakta baru dan lebih bernuansa agitasi dan provokasi. “Yang justru muncul adalah nada agitasi, provokasi, dan seruan-seruan yang berpotensi menjerumuskan bangsa ke dalam kubangan instabilitas,” ujarnya.

Ia pun mengajak masyarakat untuk mengkaji motif di balik kemunculan isu ini dan siapa yang memperoleh keuntungan dari polemik tersebut. Dalam konteks hukum, Pieter mengutip adagium actori incumbit probatio, bahwa pihak yang menuduh harus mampu membuktikan tuduhannya.

“Tanpa bukti sahih, tuduhan itu tidak lebih dari sekadar fitnah,” katanya.

Pieter juga menyoroti bagaimana logika politik saat ini sering tak selaras dengan logika hukum dan etika. Tuduhan yang lemah justru memperoleh panggung besar di media sosial, mempengaruhi persepsi publik secara negatif.

Ia mengkritik kecenderungan politik yang lebih mengedepankan serangan personal ketimbang substansi kebijakan. “Politik kehilangan substansi ketika lebih sibuk menyerang personal daripada mengkritisi kebijakan,” katanya.

Menurutnya, kritik dalam demokrasi harus dibangun di atas dasar dan data yang kuat. Menyerang pribadi, apalagi mantan presiden, tanpa bukti, bukan bentuk oposisi yang sehat. Ia menyebutnya sebagai “delusi politik yang lahir dari dendam dan kegagalan mengartikulasikan agenda perubahan secara konstruktif.”

Pieter juga memperingatkan bahwa narasi semacam ini dapat merusak kepercayaan publik terhadap institusi pendidikan. Ia menyebut dampaknya bukan hanya domestik, tetapi juga pada reputasi Indonesia di mata internasional.

“Tidak sedikit investor asing yang menjadikan kepastian hukum dan stabilitas politik sebagai parameter utama. Ketika narasi-narasi seperti ini terus dikapitalisasi tanpa kendali, dampaknya bukan hanya politik domestik, tapi juga reputasi Indonesia di mata dunia,” ujarnya.

Mantan Ketua Komisi III DPR ini mendorong aparat penegak hukum untuk bersikap tegas terhadap penyebaran fitnah berkedok kebebasan berpendapat. Menurutnya, negara tidak boleh abai ketika kebebasan digunakan sebagai tameng untuk merusak.

“Ketegasan bukanlah musuh demokrasi, melainkan pelindung akal sehat publik,” tegasnya.

Sebagai penutup, Pieter mengajak seluruh elite politik untuk introspeksi dan mengarahkan energi mereka pada persoalan riil rakyat. “Bukan pada narasi-narasi busuk yang hanya menguntungkan kelompok kecil dengan agenda sempit,” pungkasnya.

WhatsApp Channel Banner

Info terbaru di Whatsapp Channel

Kembali ke atas