BI: Pelemahan Rupiah Tak Sama dengan Krisis Moneter 1998

Solikin M

BI Tegaskan Rupiah Melemah Tak Sama dengan Krisis Moneter 1998

Beritagosip.com – Nilai tukar rupiah terus melemah hingga mendekati level terendah sejak krisis moneter 1998. Meski demikian, Bank Indonesia (BI) menegaskan bahwa situasi saat ini berbeda dengan krisis 27 tahun lalu.

Pada perdagangan Selasa (25/3/2025), rupiah ditutup di level Rp 16.622 per dolar AS. Angka ini hampir menyamai rekor terendah dalam sejarah, yaitu Rp 16.900 per dolar AS pada 17 Juni 1998.

Namun, BI memastikan bahwa pelemahan rupiah saat ini berlangsung secara bertahap, tidak seperti krisis 1998 ketika rupiah anjlok drastis dalam waktu singkat.

Perbedaan Kondisi 2025 dan 1998

Solikin M. Juhro, Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, menegaskan bahwa pelemahan rupiah sekarang jauh berbeda dari krisis 1998.

Saat itu, rupiah merosot dari di bawah Rp 10.000 per dolar AS langsung ke Rp 16.000 dalam waktu singkat. Sementara sekarang, depresiasi terjadi lebih perlahan sejak rupiah berada di level Rp 15.000 per dolar AS.

Selain itu, krisis 1998 dipicu oleh kerentanan ekonomi yang tidak bisa dikendalikan, hingga akhirnya menyebabkan resesi. Saat itu, cadangan devisa Indonesia hanya sekitar 20 miliar dolar AS.

Sebaliknya, per akhir Februari 2025, cadangan devisa Indonesia tercatat sebesar 154,5 miliar dolar AS. Hal ini menunjukkan ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan 1998.

“Dulu, sektor keuangan dan utang memiliki banyak kelemahan yang tidak terdeteksi. Kini, BI dan pemerintah telah memiliki mekanisme yang lebih kuat untuk mengantisipasi potensi krisis,” jelas Solikin.

Fundamental Ekonomi Masih Stabil

Secara makroekonomi, Indonesia masih berada dalam kondisi yang lebih stabil dibandingkan 1998. Indikator seperti produk domestik bruto (PDB), inflasi, kredit, permodalan, dan transaksi berjalan tetap terkendali.

Meski begitu, BI dan pemerintah terus mengawasi perkembangan ekonomi global serta faktor lain yang bisa berdampak pada stabilitas ekonomi, termasuk isu sosial, politik, dan kemajuan teknologi.

“Krisis bisa datang dari berbagai faktor di luar ekonomi, seperti masalah operasional atau teknologi digital. Oleh karena itu, penanganannya harus dilakukan secara komprehensif,” tutupnya.

WhatsApp Channel Banner

Info terbaru di Whatsapp Channel

Kembali ke atas