Beritagosip.com – Pemerintah tengah menggodok wacana menjadikan barak militer sebagai tempat pembinaan nasional bagi anak-anak bermasalah. Gagasan ini menimbulkan perdebatan publik, terutama terkait pendekatan militer dalam membentuk karakter generasi muda.
Rachmad Kristiono Dwi Susilo, dosen Sosiologi dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), menilai wacana tersebut mencerminkan krisis kepercayaan terhadap sistem pendidikan formal. Ia menegaskan bahwa pembentukan moral anak-anak seharusnya tidak bergantung hanya pada satu lembaga.
Menurutnya, pembinaan karakter perlu melibatkan keluarga, lingkungan sosial, institusi agama, dan masyarakat luas. Kombinasi semua elemen itu lebih mampu membentuk perilaku yang sehat daripada sekadar mengandalkan barak militer.
Rachmad mengakui bahwa pendekatan militeristik memang bisa menanamkan kedisiplinan dan rasa cinta Tanah Air. Namun, ia memperingatkan agar pendekatan tersebut tidak dijadikan satu-satunya solusi. Sebab, anak-anak yang bermasalah biasanya berasal dari keluarga yang tidak utuh atau lingkungan yang kurang kondusif.
“Jika ditinjau dari sosiologi, keluarga adalah unit sosial terkecil. Di situlah anak-anak pertama kali belajar budi pekerti dan adab,” jelas Rachmad saat dikutip dari laman resmi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, Jumat (9/5/2025).
Ia menambahkan bahwa latar belakang sosial anak-anak perlu dipahami terlebih dahulu. Banyak dari mereka mengalami keterbatasan akses pendidikan atau tumbuh di lingkungan yang mempengaruhi perilaku menyimpang. Menurutnya, pemaksaan disiplin dan efek jera hanya menyentuh permukaan masalah.
Rachmad juga mengkritik solusi instan yang mengandalkan rasa takut sebagai cara membentuk karakter. Ia menyebut bahwa perubahan perilaku yang bersumber dari ketakutan tidak akan bersifat jangka panjang. Pendidikan memerlukan proses bertahap, bukan tekanan sesaat.
“Teknik indoktrinasi saja tanpa mengkaji aspek psikologis dan sosiologis anak bisa memunculkan persoalan baru. Ada risiko nilai-nilai militer tidak sejalan dengan kebutuhan psikososial anak-anak dari latar belakang berbeda,” ujarnya.
Rachmad menyarankan agar pemerintah mengembangkan pendekatan sistemik yang diawali dengan asesmen mendalam pada setiap anak. Dengan begitu, sumber permasalahan dapat diketahui apakah berasal dari aspek psikologis, individu, atau sosial.
Setelah itu, kurikulum perbaikan akhlak bisa dirancang secara lebih spesifik. Bukan hanya dengan pendekatan disiplin militer, tetapi melalui cara yang menyesuaikan kebutuhan tiap anak secara personal.
“Pendidikan karakter sebaiknya kembali ditangani oleh lembaga pendidikan yang punya kompetensi di bidang itu. Peran keluarga sebagai pusat moral pertama anak-anak juga harus diperkuat kembali,” katanya.

Info terbaru di Whatsapp Channel