Dampak Meredanya Perang Dagang AS-China terhadap Indonesia: Peluang Ekspor dan Risiko Baru

Presiden China Xi Jinping dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump

Beritagosip.com Ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mulai menunjukkan tanda-tanda mereda. Kedua negara setuju menunda penerapan tarif balasan selama 90 hari. AS menurunkan tarif impor barang asal China menjadi 30 persen. Sebagai respons, China juga menurunkan tarif atas produk AS menjadi 10 persen.

Keputusan ini diyakini membawa dampak luas. Tidak hanya terhadap hubungan bilateral dua raksasa ekonomi dunia, namun juga terhadap dinamika perdagangan global. Indonesia, sebagai bagian dari ekosistem perdagangan internasional, tidak luput dari efek domino tersebut.

Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai keputusan tersebut sebagai peluang untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok dunia. “Dengan berkurangnya tekanan harga akibat gangguan pasokan dan lonjakan biaya produksi, dunia usaha Indonesia bisa lebih kompetitif di pasar global,” jelas Syafruddin, Selasa (13/5/2025).

Sektor manufaktur nasional berpotensi menjadi pemenang. Dalam kondisi normalisasi tarif, baik AS maupun China kemungkinan akan mencari mitra dagang baru. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperluas pasar ekspor, terutama produk-produk yang sebelumnya terkena imbas perang tarif.

Namun, peluang tersebut bukan tanpa risiko. Syafruddin mengingatkan tentang kemungkinan terjadinya pembelokan arus perdagangan. Jika hubungan AS-China kembali pulih, China bisa merebut kembali peluang ekspor yang sempat dimanfaatkan negara lain, termasuk Indonesia.

Menurut Syafruddin, untuk mempertahankan momentum ekspor, Indonesia perlu memperkuat strategi negosiasi bilateral dan meningkatkan daya saing domestik. Tanpa upaya konkret, peluang yang muncul bisa kembali tertutup dalam waktu singkat.

Dalam menghadapi konflik dagang global, Indonesia perlu tetap memegang prinsip bebas aktif. Menurutnya, terjebak dalam kutub AS atau China hanya akan merugikan jangka panjang. Diversifikasi pasar ekspor, efisiensi logistik, dan iklim investasi yang sehat menjadi pilar penting yang harus segera dibenahi.

Tarif yang berubah-ubah bisa menciptakan ketidakpastian. Namun, dengan fundamental ekonomi yang kuat, ketidakpastian ini masih dapat dikelola. Syafruddin juga menekankan pentingnya peran aktif Indonesia di forum-forum regional seperti ASEAN. Partisipasi tersebut akan memperkuat posisi Indonesia dalam penyusunan kebijakan dagang yang lebih adil.

Di sisi lain, dukungan terhadap sistem perdagangan multilateral dan aturan WTO menjadi langkah strategis. Hal ini penting agar negara berkembang tidak terus-menerus menjadi korban konflik dagang antara kekuatan besar dunia.

“Langkah konkret dan visi strategis menjadi kunci agar Indonesia tidak hanya menjadi penonton dalam dinamika global,” ujar Syafruddin. Ia menegaskan bahwa Indonesia harus berperan aktif dalam membentuk arah baru perdagangan internasional.

WhatsApp Channel Banner

Info terbaru di Whatsapp Channel

Kembali ke atas