Beritagosip.com – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) resmi membuka pendaftaran calon ketua umum partai. Nama Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi), muncul sebagai salah satu sosok yang diharapkan internal partai untuk menjadi nakhoda baru PSI.
Jokowi menanggapi permintaan itu dengan positif. Ia mengaku sedang menghitung peluang untuk menang. Ia bahkan memuji mekanisme pemilihan ketua umum yang dilakukan PSI secara e-voting.
Menurut Jokowi, sistem itu selaras dengan konsep partai super terbuka yang ia gagas beberapa waktu lalu. “Yang saya sampaikan partai super terbuka ya kurang lebih seperti itu,” ujar Jokowi di Solo, Rabu (14/5).
Namun, di balik peluang itu, para pengamat politik menilai langkah Jokowi masuk ke PSI tidak semudah yang terlihat.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah, menilai Jokowi masih memiliki hasrat kuat untuk mempertahankan pengaruh politiknya. Namun, PSI dinilai bukanlah kendaraan yang ideal.
Dedi menyebut, dukungan Jokowi selama Pemilu 2024 tidak membuat PSI menanjak. PSI bahkan gagal menembus ambang batas parlemen. Partai itu masih tertinggal dari partai-partai baru lainnya seperti Perindo dan nyaris sejajar dengan Partai Gelora.
“Ini menandakan bahwa PSI gagal menembus pasar pemilih. Meski Jokowi sudah terlihat mendukung, tetap saja hasilnya stagnan,” kata Dedi.
Ia menilai jika Jokowi masuk dalam struktur PSI, tidak akan terjadi perubahan besar. Dedi yakin, proses pemilihan ketua umum PSI jika melibatkan Jokowi hanya akan menjadi formalitas. Menurutnya, tidak mungkin Jokowi masuk dan kalah dalam proses internal partai.
“Kalau Jokowi serius ingin kendaraan politik yang praktis dan potensial, Golkar bisa menjadi opsi lebih strategis,” lanjut Dedi.
Dedi juga menyinggung soal kekuatan keluarga dalam politik. Ia menyebut Jokowi bisa saja mengondisikan Kaesang Pangarep tetap memimpin PSI. Dengan begitu, Jokowi bisa mengontrol lebih dari satu partai sekaligus.
“Jokowi termasuk tokoh yang tidak sungkan dalam membangun kekuasaan berbasis keluarga,” ucap Dedi.
Namun, ia mengkritik konsep keterbukaan PSI yang menurutnya hanya gimik. Ia menyebut pergantian elite dari Grace Natalie ke Giring Ganesha, lalu ke Kaesang, tidak pernah dilakukan secara transparan.
“PSI sebenarnya lebih eksklusif dibanding partai lain,” tambahnya.
Sementara itu, pandangan berbeda datang dari Direktur Trias Politika Strategis, Agung Baskoro. Menurutnya, hubungan Jokowi dan PSI adalah simbiosis mutualisme. PSI membutuhkan figur kuat, sementara Jokowi memerlukan kendaraan politik untuk menjaga legasinya.
“Kalau Pak SBY punya Demokrat, Ibu Mega punya PDIP. Maka Jokowi pun butuh partai untuk mempertahankan pengaruh dan melindungi warisannya,” jelas Agung saat dihubungi Rabu malam (14/5).
Agung menekankan, kebutuhan Jokowi terhadap partai bukan untuk kontestasi politik, tetapi lebih kepada menjaga posisi dan eksistensi jangka panjang. Jika tidak, ia bisa jadi sasaran serangan tanpa pelindung politik.
Ia menilai PSI menjadi PR politik yang belum tuntas. Saat Jokowi masih berkuasa, PSI tetap gagal masuk parlemen. Menurut Agung, jika Jokowi mampu membawa PSI menembus ambang batas, itu akan menjadi bukti nyata dari pengaruh politiknya.
“Kalau ingin menunjukkan pengaruh kuat, ya lewat PSI. Tantangannya apakah PSI bisa lolos threshold atau tidak,” ucap Agung.
Menurutnya, PSI hingga kini belum memiliki sistem dan figur kuat yang bisa mendongkrak elektabilitas. Dua syarat partai besar adalah sistem solid dan tokoh sentral. Jika tak punya keduanya, minimal salah satu harus ada.
“Kalau Jokowi bergabung, peluang PSI masuk parlemen sangat besar. Apalagi MK membuka kemungkinan revisi ambang batas 4 persen,” tuturnya.

Info terbaru di Whatsapp Channel