Beritagosip.com – Meski Presiden AS Donald Trump kembali mengumumkan tarif impor 32 persen terhadap Indonesia, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menutup perdagangan menguat tipis 0,05 persen ke level 6.904,39 pada Selasa (8/7/2025).
Kinerja pasar modal domestik yang tetap stabil ini menjadi pertanyaan menarik, mengingat kebijakan tarif baru AS kerap dianggap sebagai sinyal negatif bagi negara mitranya.
Investor Sudah Prediksi Langkah Trump
Menurut Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, penguatan IHSG kali ini tidak lepas dari minimnya efek kejut. Pasalnya, ini bukan kali pertama Trump menyampaikan ancaman tarif serupa.
“Penerapan tarif 32 persen ini sudah diprediksi sebelumnya. Jadi pasar tidak panik, karena bukan hal baru,” jelas Nafan.
Ia menambahkan, dampak langsung hanya terasa di sektor tekstil yang memang selama ini sudah kurang likuid. Bahkan, sektor tersebut sudah cukup lama menghadapi tekanan sejak pandemi Covid-19.
Strategi Indonesia Jaga Akses Pasar
Meski ditekan AS, Indonesia masih punya ruang manuver diplomatik. Nafan menilai arah politik luar negeri yang bebas aktif membuat Indonesia bisa membuka jalur dagang ke berbagai kawasan seperti BRICS, OECD, hingga CPTPP.
“Langkah ini bisa membantu memperluas akses pasar ekspor Indonesia secara strategis,” tambahnya.
Tarik Ulur Negosiasi Jadi Katalis
Menurut Maximilianus Nico Demus, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, pergerakan IHSG yang fluktuatif lebih dipengaruhi oleh ketidakpastian dari hasil negosiasi tarif yang baru akan berakhir Rabu (9/7/2025).
Namun, kondisi itu berubah saat investor mulai masuk kembali di sesi kedua, terlebih dengan sentimen positif dari pasar Asia yang mulai rebound.
IPO Jadi Penopang Sentimen Positif
Faktor lain yang menopang penguatan IHSG adalah aktivitas IPO yang berlangsung minggu ini. Saham milik Prajogo Pangestu, yakni PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA), disebut-sebut memberi daya tarik besar bagi investor untuk masuk di tengah pasar yang berfluktuasi.
“Kehadiran saham-saham baru dengan korelasi positif terhadap IHSG membantu meredam potensi koreksi,” kata Nico.
Arah Negosiasi Masih Jadi Kunci
Meski begitu, hasil negosiasi dagang antara Indonesia dan AS masih menjadi kunci utama. Pemerintah diharapkan mampu membuka kesepakatan timbal balik—termasuk kemungkinan pembelian komoditas AS seperti gandum senilai US$1,25 miliar hingga 2030.
Jika disepakati, hal ini bisa menghapus atau mengurangi tarif yang saat ini dikhawatirkan menekan ekspor RI ke AS.
“Semoga negosiasi ini menghasilkan solusi yang saling menguntungkan,” pungkas Nico.

Info terbaru di Whatsapp Channel