Korea Selatan Disarankan Pangkas Jam Kerja demi Naikkan Angka Kelahiran
Beritagosip.com – Korea Selatan menghadapi krisis angka kelahiran yang semakin mengkhawatirkan. Para peneliti dari Gyeonggi Research Institute (GRI) menyarankan pengurangan jam kerja menjadi 35 jam per minggu sebagai solusi utama.
Menurut studi mereka, budaya kerja yang menuntut jam kerja panjang menjadi penyebab utama rendahnya keinginan pasangan muda untuk memiliki anak. Saat ini, aturan kerja di Korea Selatan menetapkan jam kerja 52 jam per minggu, termasuk 12 jam lembur.
Jam Kerja Panjang Hambat Keinginan Berkeluarga
Berdasarkan data pemerintah tahun 2023, tingkat kesuburan di Korea Selatan turun menjadi 0,72 dari sebelumnya 0,78. Angka ini merupakan yang terendah di dunia.
Jajak pendapat GRI pada 2024 yang melibatkan 1.000 pekerja berusia 20-59 tahun menunjukkan jam kerja Korea Selatan sebagai hambatan utama dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga. Sekitar 26,1% pria dan 24,6% wanita menyatakan durasi kerja yang panjang menghambat mereka dalam menjalankan peran keluarga.
Pasangan suami istri yang bekerja mengaku ingin memangkas waktu kerja sekitar 84 hingga 87 menit per hari demi mendapatkan keseimbangan yang lebih baik.
Solusi yang Direkomendasikan GRI
GRI merekomendasikan agar lembaga publik memulai inisiatif pengurangan jam kerja dengan cara:
- Memotong jam kerja mingguan menjadi 35 jam.
- Menghitung sebagian waktu perjalanan sebagai jam kerja berbayar.
- Mendorong perusahaan untuk lebih fleksibel dalam jam kerja karyawan.
“Kesenjangan satu jam antara jam kerja aktual dan yang diinginkan sangat signifikan di antara pasangan pekerja dengan anak-anak. Menurunkan jam kerja menjadi 35 jam adalah langkah yang diperlukan,” ujar Yoo Jeong-gyun, peneliti di GRI.
Kebijakan Jam Kerja Fleksibel di Korea Selatan
Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Selatan mulai menerapkan kebijakan jam kerja yang lebih fleksibel. Pada 2024, Provinsi Gyeonggi menjalankan uji coba empat hari kerja per minggu dengan melibatkan lebih dari 50 organisasi.
Langkah ini memberi opsi kepada pekerja untuk memilih antara:
- Jam kerja lebih singkat setiap dua minggu.
- Pengurangan jam kerja harian.
Dengan berbagai kebijakan ini, diharapkan keseimbangan kerja dan keluarga bisa tercapai, serta krisis angka kelahiran dapat teratasi.