Beritagosip.com – Perdana Menteri Singapura, Lawrence Wong, mengungkapkan bahwa peluang terjadinya perang dagang global semakin besar. Menurut Wong, perubahan besar dalam tatanan dunia sudah terjadi, di mana era globalisasi yang berbasis aturan dan perdagangan bebas tampaknya sudah berakhir.
Pernyataan tersebut disampaikan terkait dengan kebijakan tarif baru dan tarif timbal balik yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Wong menegaskan bahwa dunia sedang memasuki fase yang lebih proteksionis, sewenang-wenang, dan berbahaya. “Selama beberapa dekade, AS telah menjadi landasan bagi ekonomi pasar bebas dunia,” ujarnya dalam unggahan Instagram. “AS memperjuangkan perdagangan bebas dan memimpin upaya untuk membangun sistem perdagangan multilateral yang jelas, dengan aturan yang memberi manfaat bagi semua negara,” jelasnya.
Wong menambahkan, sistem WTO telah membawa stabilitas dan kemakmuran yang luar biasa bagi dunia, termasuk bagi AS. “Singapura, serta negara lain, telah lama menyerukan reformasi untuk memperbarui sistem ini, namun apa yang dilakukan AS bukan reformasi. Negara ini justru meninggalkan sistem yang telah diciptakannya,” ungkap Wong.
Dia melanjutkan, pendekatan baru AS dengan menerapkan tarif timbal balik antar negara merupakan penolakan terhadap kerangka kerja WTO. Walaupun Singapura tidak merasakan dampak langsung yang signifikan, namun dampak jangka panjang bisa lebih besar dan lebih mendalam.
“Jika negara-negara lain mengikuti langkah AS untuk meninggalkan WTO dan hanya berdagang berdasarkan ketentuan mereka sendiri, hal ini akan menciptakan masalah bagi semua negara, terutama negara kecil seperti Singapura,” tambahnya.
Wong menyatakan bahwa Singapura berisiko terpinggirkan dan tertinggal dalam skenario ini. Dia juga memperingatkan kemungkinan respons global terhadap tarif yang diterapkan oleh AS. Meskipun Singapura memilih untuk tidak mengenakan tarif balasan, negara-negara lain mungkin tidak akan sependapat.
“Dampak dari tarif yang lebih tinggi dan ketidakpastian atas langkah negara-negara berikutnya dapat membebani ekonomi global secara signifikan,” jelasnya.
Menurut Wong, Singapura akan lebih terpengaruh daripada negara lain karena ketergantungan besar negara ini pada perdagangan. “Terakhir kali dunia menghadapi situasi serupa adalah pada tahun 1930-an, yang berujung pada Perang Dunia Kedua,” katanya.
Meskipun tidak ada yang bisa memprediksi dengan pasti bagaimana situasi ini akan berkembang dalam beberapa bulan atau tahun ke depan, Wong mengingatkan agar semua pihak tetap waspada terhadap potensi bahaya yang sedang berkembang.
Dia menekankan bahwa lembaga global semakin lemah dan norma internasional semakin tergerus. Semakin banyak negara bertindak berdasarkan kepentingan nasional sempit, menggunakan kekerasan atau tekanan untuk mencapai tujuan mereka.
Wong juga meminta warga Singapura untuk tetap waspada. “Kita akan memperkuat jaringan kemitraan dengan negara-negara yang sepaham. Kita lebih siap daripada banyak negara lain, dengan cadangan, kohesi, dan tekad yang kita miliki,” ungkapnya.
“Namun, kita harus bersiap untuk lebih banyak guncangan yang akan datang. Ketenangan dan stabilitas global yang pernah kita rasakan mungkin tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kita tidak bisa berharap aturan yang melindungi negara kecil tetap berlaku,” lanjutnya.
Wong berbagi kekhawatirannya agar masyarakat Singapura dapat mempersiapkan diri secara mental. “Risikonya nyata. Taruhannya tinggi. Jalan di depan akan lebih sulit, tetapi jika kita tetap bersatu dan teguh, Singapura akan bertahan,” katanya.