Beritagosip.com – Pasar komoditas global sedang memasuki fase paling tidak stabil dalam beberapa dekade terakhir. Naik turunnya harga berbagai komoditas, terutama minyak mentah, dalam waktu sangat singkat membuat pemerintah, investor, dan pelaku industri global mengalami tekanan besar.
Contohnya, harga minyak Brent kini hanya berada di kisaran US$65 per barel, jauh di bawah level ideal US$78 seperti disebut dalam serial Landman. Dengan harga serendah itu, produsen kesulitan mendapat untung dan konsumen pun tetap tidak mendapatkan kepastian harga.
Menurut laporan terbaru Bank Dunia, fluktuasi ini bukan lagi anomali, melainkan tren baru. Siklus boom harga komoditas kini hanya bertahan sekitar 24 bulan, sedangkan fase krisis hanya 23 bulan. Bandingkan dengan periode 1970–2020 yang mencatat rata-rata siklus 90 bulan.
Apa Penyebabnya?
Dulu, siklus harga didorong oleh faktor pasokan yang lambat, karena proses eksplorasi tambang atau pertanian butuh waktu dan modal besar. Kini, perang, gejolak geopolitik, dan spekulasi finansial memperpendek siklus dan memperparah ketidakpastian.
Komoditas yang mudah rusak atau sulit disimpan—seperti hasil pertanian—semakin rentan terhadap guncangan jangka pendek. Spekulasi di pasar berjangka juga mempercepat perubahan harga.
Dampak Ekonomi Global
Dampaknya sangat terasa di negara berkembang. Dua pertiga dari mereka bergantung pada komoditas untuk pendapatan ekspor dan fiskal. Ketidakstabilan ini menyulitkan perencanaan ekonomi dan berpotensi menggagalkan pertumbuhan jangka panjang.
Di sisi lain, bank sentral negara maju kini terjebak dilema. Biasanya mereka fokus pada inflasi inti yang mengecualikan pangan dan energi. Namun, dengan volatilitas tinggi yang cenderung menghasilkan lonjakan harga lebih besar dari penurunan, pendekatan lama itu mulai kehilangan relevansi.

Info terbaru di Whatsapp Channel