Daftar Pasal Kontroversial RUU TNI yang Dikecam Masyarakat

Revisi UU TNI

Pasal-Pasal Kontroversial dalam RUU TNI yang Menuai Polemik

Beritagosip.com – Sejumlah pasal dalam revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menuai protes dari berbagai kelompok masyarakat sipil. Pasal-pasal tersebut dinilai menghidupkan kembali konsep dwifungsi militer yang sempat dihapus setelah era Orde Baru.

Kekhawatiran Kembalinya Dwifungsi Militer

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa pemerintah dan DPR tengah berupaya memperluas peran TNI dalam ranah sipil. Langkah ini dianggap bertentangan dengan amanat konstitusi dan prinsip reformasi.

Menurut YLBHI, munculnya gagasan revisi UU TNI ini merupakan bagian dari strategi panjang untuk mengembalikan peran politik dan bisnis bagi militer pasca-Reformasi.

Di sisi lain, proses pembahasan RUU TNI juga menuai kritik karena dinilai tertutup dari pengawasan publik. DPR dan pemerintah memilih membahas RUU ini di Hotel Fairmont dengan alasan renovasi ruang rapat. Langkah tersebut mendapat protes dari sejumlah organisasi sipil, termasuk KontraS, yang meminta agar pembahasan dilakukan secara terbuka.

Tanggapan KSAD Maruli Simanjuntak

Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak merespons isu yang menyebut bahwa revisi UU TNI bertujuan mengembalikan dwifungsi militer seperti di era Orde Baru.

Menurutnya, pihak yang mengkritik penempatan prajurit aktif di instansi sipil justru tengah berusaha melemahkan institusi TNI. Ia juga menilai tuduhan tersebut sebagai sesuatu yang berlebihan.

“Jangan buat gaduh di media. Tidak perlu membahas Orde Baru, tentara ini hanya bisa membunuh dan dibunuh. Menurut saya, pemikiran seperti itu kampungan,” tegas Maruli dalam keterangannya pada Kamis (13/3).

Daftar Pasal Kontroversial dalam RUU TNI

Setidaknya terdapat empat pasal dalam RUU TNI yang dianggap kontroversial. Pasal-pasal tersebut terbagi dalam tiga klaster utama, yakni terkait operasi non-militer, penempatan prajurit di instansi sipil, serta batas usia pensiun.

1. Pasal 7 Ayat 2: Operasi Non-Militer

Dalam draf RUU yang dibahas hingga Sabtu (15/3), pemerintah mengusulkan penambahan tugas TNI di luar perang. Jika dalam UU sebelumnya terdapat 14 tugas militer non-perang, RUU terbaru menambahkan tiga tugas baru:

  • TNI dapat membantu menangani ancaman siber.
  • TNI memiliki kewenangan untuk mengevakuasi WNI dan melindungi kepentingan nasional di luar negeri.
  • TNI bisa terlibat dalam penanganan penyalahgunaan narkotika.

Penambahan peran ini dikhawatirkan memperluas wewenang militer ke ranah sipil tanpa pengawasan yang jelas.

2. Pasal 47: Penempatan TNI di Instansi Sipil

Pemerintah mengusulkan perluasan peran TNI di lembaga sipil. Dalam RUU terbaru, jumlah instansi yang dapat diisi oleh prajurit TNI meningkat dari 10 menjadi 16. Tambahan instansi tersebut antara lain:

  • Badan Keamanan Laut (Bakamla)
  • Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  • Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan
  • Kejaksaan Agung
  • Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Dalam pasal ini juga disebutkan bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan di instansi sipil berdasarkan permintaan dari kementerian atau lembaga terkait. Namun, bagi prajurit yang ingin mengisi posisi di luar daftar tersebut, mereka diwajibkan untuk mengundurkan diri dari dinas keprajuritan.

Kebijakan ini memicu kritik karena dianggap dapat mengaburkan batas antara militer dan sipil.

3. Pasal 53: Batas Usia Pensiun

Revisi UU TNI juga mengubah ketentuan batas usia pensiun berdasarkan pangkat. Jika dalam UU saat ini usia pensiun terbagi menjadi dua kategori, yakni 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara serta tamtama, maka dalam RUU terbaru terdapat rincian baru:

  • Bintara dan tamtama: 55 tahun
  • Perwira hingga pangkat kolonel: 58 tahun
  • Perwira tinggi bintang satu: 60 tahun
  • Perwira tinggi bintang dua: 61 tahun
  • Perwira tinggi bintang tiga: 62 tahun
  • Perwira tinggi bintang empat (jenderal): 63 tahun (dapat diperpanjang dua kali sesuai keputusan Presiden)

Selain itu, prajurit yang menduduki jabatan fungsional juga dapat diperpanjang masa dinasnya sesuai aturan yang berlaku.

Kritik terhadap pasal ini muncul karena adanya potensi perpanjangan masa dinas bagi perwira tinggi. Hal ini dikhawatirkan dapat menghambat regenerasi kepemimpinan di tubuh TNI.

Kembali ke atas
× 🎯 SLOT GACOR HARI INI! KLIK DI SINI!
Jangan ketinggalan, jackpot terbesar hanya di GIOK4D!